Rabu, 05 Agustus 2009

utuh




betapa kumerindu saat...
betapa kumenginginkanmu waktu...
betapa resah kumenunggu kala...

tenggelam di dalammu... utuh!

tidakkah kau tau ama?



tiga purnama lebih menjalani...
jatuh bangun perjalanan sebuah cerita 'rasa'
tidak pernah menyangka akan bisa menjadi sedemikian indah berwarna

"inikah bahagia?" tanyamu
dari sekian lama perjalanan... terus terang aku tidak tahu apa itu 'bahagia'
sampai saat malam itu... aku begitu bahagia
"mengapa aku bahagia?" tanyaku
dan baru kusadari rasa 'bahagia' itu...
terjadi karena melihatmu bahagia,
melihat sunggingan senyum di sudut bibir yang biasa manyun saat tidurmu,
melihat pancar aura pendaran ama yang begitu putih kuning keemasan dalam nafas teratur istirahat damaimu

baru kumengerti bahagiaku... bergantung pada bahagiamu

kamu... adalah pandora garis rasa indah itu
adalah panasea semua lelah lahir bathinku

tidakkah kau tau ama?

puncak, 5 agustus 2009



semilir angin dingin memaksa menyelimuti hangatnya jiwa yang terbungkus rasa
melayang ingatan berbayang panasnya kenangan yang kita ciptakan
baru semalam sayang...
dan aku terpekur terkubur tingginya rindu dendam yang memenuhi isi kepala
sudah tak sanggup lagi berpaling
rasa mengikat erat mencengkeram menusuk sampai ke dalam tulang
saat ini...tanpamu aku tak kan mampu bertahan
haruskah kucabut cinta ikhlas yang kujanjikan?

piye?




dan bila mendapatkan cintamu adalah sebuah asa, aku sudah merebutnya
dan bila memiliki rindumu adalah sebuah harap, aku sudah menumpahkannya
dan bila memilikimu utuh adalah sebuah maya, aku akan mewujudkannya

piye? gelem po ora?

maya?



semakin malam semakin terasa sepinya rasa
sebatas mimpi sebatas angan yang berdesing di setiap khayal

baru lewat semalam sayang...
dan aku merasa... sudah tak mampu lagi memimpikanmu,
jangan paksa aku membayangmu, jangan paksa aku merindumu, jangan siksa aku dengan impian itu

aku sudah tak ingin lagi maya itu, aku... ingin nyatamu!

bila




bila ini adalah maya... kenapa sakitnya begitu mengiris dibawah kulit, emosinya begitu buta mengubur rasional, perihnya memaksa tersungkur memeluk bumi.

bila ini tidak nyata... kenapa bayangmu sedemikian terang berwarna, wangimu sedemikian merasuk menusuk membungkus resah, indahmu membayang mengikuti kemana gelisah melangkah.

dan aku berdiri disini dalam batas kesadaran, membayang hangatnya sentuhan seribu rasa

berharap?



tak bisa kusangkal indahnya berbagi nafas denganmu
tak bisa kubohongi damainya tersungkur dalam rengkuhmu
asa mana yang kau pilihkan untukku?

mengurai pilihan takdir...
berharap ada namamu dalam setiap jalan
berharap ada takdirmu dalam seriap pilihan
berharap...

tidak!
aku tidak ingin hanya berharap lagi...